Defenisi dan Konsep Kewirausahaan, Wirausahawan Dilahirkan atau Diciptakan?

KONSEP KEWIRAUSAHAAN DALAM KONTEKS PILIHAN KARIR

Jumlah penduduk  Indonesia sebesar  220  juta  jiwa  membutuhkan sedikitnya 4,4 juta jiwa wirausaha, namun  jumlah  wirausaha  yang  ada  mencapai  400  ribu jiwa  atau  kurang  dari  1%  populasi  penduduk  Indonesia,   sementara   menurut   David McClelland  bahwa  sebuah  negara   baru   bisa   maju   jika   jumlah   wirausaha   terdapat   sebesar 2% dari populasi penduduknya. Amerika Serikat misalnya, memiliki wirausaha 11,5% dari populasi  penduduknya.  Sedangkan  negara  tetangga  Singapura  terdapat   sekitar   7,2% warganya bekerja sebagari wirausaha, sehingga negara kecil itu  jauh  lebih  maju.  Untuk menciptakan  4,4  juta  jiwa  wirausaha   di   Indonesia,   paling   tidak  dibutuhkan   waktu sedikitnya 25 tahun.

Jika  melihat  jumlah   kebutuhan   wirausaha   baru   untuk   memposisikan   Indonesia sebagai negara maju  dan  estimasi  waktu  yang  cukup  lama  untuk  mencapainya,  maka  saat ini  perlu  segera  diupayakan  langkah-langkah  agar  jumlah  wirausaha  baru  dapat   bertambah dengan  waktu  pencapaian  yang  relatif  singkat.  Salah  satu  langkah  yang   dapat   dilakukan dengan penciptaan wirausaha baru yang berasal dari lulusan perguruan tinggi.

Hanya   saja,   data   dan   fakta   telah   membuktikan   bahwa   terdapat   kecenderungan bahwa umumnya mahasiswa yang saat ini menempuh pendidikan di perguruan tinggi menginginkan pekerjaan yang mapan setelah mereka lulus menjadi sarjana. Fenomena membludaknya   pendaftar   ketika   pemerintah   membuka   pendaftaran   pegawai   negeri   sipil (PNS) dalam setiap tahun sebagai salah satu indikator. Meskipun setiap tahun pemerintah membuka  pendaftaran,  namun  tidak  dapat  dipungkiri  bahwa   sebagian   besar   dari   mereka yang mendaftar mengalami kekecewaan karena tidak  berhasil  lulus.  Peluang  untuk  menjadi PNS  semakin  kecil  lagi  setelah   pemerintah   memutuskan   penundaan   sementara (moratorium) tambahan formasi untuk penerimaan PNS sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012. Keterbatasan terserapnya lulusan perguruan tinggi di sektor pemerintah menyebabkan perhatian beralih pada peluang bekerja pada  sektor  swasta,  namun  beratnya persyaratan yang ditetapkan kadang membuat peluang untuk bekerja di sektor swasta juga semakin terbatas.

Satu-satunya  peluang  yang  besar  adalah  bekerja  dengan  memulai  usaha   mandiri. Hanya  saja,  jarang  kita  temukan  seseorang  sarjana  yang  mau  mengawali   kehidupannya setelah  lulus  dari  perguruan  tinggi   dengan   memulai   mendirikan   usaha.   Adanya kecenderungan yang demikian berakibat  pada  tingginya  residu  angkatan  kerja  berupa pengangguran  terdidik.  Jumlah  lulusan  perguruan  tinggi  dalam   setiap   tahun   semakin meningkat tidak sebanding dengan peningkatan ketersediaan kesempatan kerja yang akan menampung mereka.

Pembelajaran  kewirausahaan  di  perguruan  tinggi  merupakan  salah  satu   solusi   yang dapat diambil  untuk  menekan  terjadinya  peningkatan  jumlah  pengangguran  yang  berstatus sarjana.   Meskipun   pembelajaran   kewirausahaan   di   perguruan    tinggi    secara    umum ditujukan  agar  mahasiswa  mampu   menjawab   tantangan   dan   memanfaatkan   peluang- peluang  yang  ada  di  sekitarnya  dan  tidak   semata-mata   ditujukan   agar   mahasiswa   setelah lulus  nantinya  dapat  membuka  usaha   baru,   namun   dengan   bekal   pembelajaran kewirausahaan setidaknya mereka telah memiliki bekal wawasan berwirausaha yang dapat dimanfaatkan  ketikamereka  tidak  terserap  pada  lapangan  kerja  yang  telah  ada.  Bahkan dengan  mendirikan  usaha  baru,   mereka   justru   dapat   membantu   dalam   menekan meningkatnya  angka  pengangguran  dengan  merekrut  angkatan  kerja   yang   belum   terserap pada lapangan kerja yang telah ada.

Pembelajaran   kewirausahaan   di   Fakultas   Pertanian   sebenarnya   memiliki    potensi yang  cukup  besar  untuk  melahirkan  wirausaha-wirausaha  baru  terdidik.  Bidang  kajian  dan disiplin ilmu yang dipelajari oleh mahasiswa terkait dengan  kebutuhan  dasar  manusia (penyediaan pangan dan  kebutuhan  dasar  lainnya)  memungkinkan  mahasiswa  mampu menciptakan ide-ide bisnis/produk yang lebih inovatif dan kreatif  dengan  memanfaatkan keunggulan  komparatif  yang  masih   didominasi   oleh   sektor   pertanian   sebagai   basis ekonomi pada hampir seluruh daerah di  Indonesia.  Pengelolaan  usaha  di  bidang  pertanian oleh   tenaga-tenaga   terdidik   lebih   memungkinkan   terwujudnya   pemanfaatan    sumberdaya alam yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, munculnya wirausaha-wirausaha  baru  di  bidang  pertanian  yang  merupakan   lulusan   perguruan   tinggi tidak  hanya  dapat  mengurangi  tingkat  pengangguran,  namun  juga  dapat  memberikan  nilai tambah  terhadap  produk-produk  primer  sehingga  dapat  berdampak pada  pengentasan kemiskinan terutama di perdesaan, pencapaian ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Defenisi dan Konsep Kewirausahaan

Penggunaan   dan   pengertian   atau   terminologi   kewirausahaan   yang   merujuk   pada istilah  entrepreneurship  di  Indonesia  cukup  beragam.  Olehnya  itu,  perbedaan   ini   kadang cukup mengundang perdebatan yang  tidak  pernah  ada  habisnya.  Jika  kita  hanyut  dalam perbedaan  pendefenisian  saja  tentu  hasilnya  adalah  polemik  yang  hanya   bersifat   semantik. Dalam pembelajaran ini kita  tidak  mengarahkan  materi  ke  arah  tersebut,  namun  dengan penyajian  beberapa  defenisi  dan   konsep   kewirausahaan   yang   telah   dikemukakan   oleh beberapa ahli, minimal dapat memperkaya pemahaman kita mengenai defenisi dan konsep kewirausahaan itu sendiri.

Perkataan kewirausahaan (entrepreneurship) berasal dari Bahasa  Perancis,  yakni entreprendre  yang  berarti  melakukan  (to  under  take)  dalam  artian  bahwa   wirausahawan adalah  seorang   yang   melakukan   kegiatan   mengorganisir   dan   mengatur.   Istilah   ini   muncul di saat para pemilik modal  dan  para  pelaku  ekonomi  di  Eropa  sedang  berjuang  keras menemukan  berbagai  usaha  baru,  baik  sistem   produksi   baru,   pasar   baru,   maupun   sumber daya baru untuk mengatasi kejenuhan berbagai usaha yang telah ada.

Arti kata kewirausahaan berbeda-beda menurut para ahli atau sumber acuan,  karena adanya  perbedaan  penekanan.  Richard   Cantillon   (1725)   mendefinisikan   kewirausahaan sebagai  orang-orang  yang  menghadapi resiko  yang  berbeda  dengan  mereka   yang menyediakan modal. Jadi definisi Cantillon lebih menekankan pada bagaimana  seseorang menghadapi  risiko  atau  ketidakpastian.   Pendapat   yang   sama   juga   dikemukakan   oleh Blaudeu (1797) bahwa kewirausahaan adalah orang-orang yang  menghadapi  resiko, merencanakan, mengawasi,  mengorganisir  dan  memiliki.  Demikian  halnya  Albert  Shapero (1975)   mendefenisikan   sebagai   pengambilan   inisiatif   mengorganisir   suatu   mekanisme sosial ekonomi dan menghadapi resiko kegagalan.

Mendefenisikan kewirausahaan dengan penekanan pada penciptaan hal-hal  baru dikemukakan  oleh   Joseph   Schumpeter   (1934)   bahwa   kewirausahaan   adalah   melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal yang sudah dilakukan dengan cara baru, termasuk di dalamnya penciptaan  produk  baru  dengan  kualitas  baru,  metode  produksi,  pasar,  sumber pasokan   dan   organisasi.   Schumpeter   mengaitkan   wirausaha   dengan   konsep    yang diterapkan dalam konteks bisnis dan mencoba menghubungkan dengan kombinasi berbagai sumberdaya.

Sejalan dengan penekanan pada penciptaan  hal-hal  baru  dan  resiko,  Hisrich,  Peters, dan Sheperd (2008) mendifinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan   waktu   dan   upaya   yang   diperlukan,   menanggung    resiko    keuangan,    fisik, serta resiko sosial yang  mengiringi,  menerima  imbalan  moneter  yang  dihasilkan,  serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Wennekers dan Thurik (1999) melengkapi pendefenisian kewirausahaan dengan mensintesiskan   peran   fungsional   wirausahawan   sebagai:   "...kemampuan   dan   kemauan nyata seorang individu, yang berasal  dari  diri  mereka  sendiri,  dalam  tim  di  dalam  maupun luar organisasi yang ada, untuk menemukan dan menciptakan peluang ekonomi baru yang meliputi  produk,  metode  produksi,  skema  organisasi  dan  kombinasi   barang-pasar   serta untuk   memperkenalkan   ide-ide   mereka   kepada    pasar,    dalam    menghadapi    ketidakpastian dan rintangan lain, dengan membuat keputusan mengenai lokasi, bentuk dan kegunaan dari sumberdaya  dan  instusi".  Selain  menekankan  pada  penciptaan  hal-hal  baru  dan  resiko, defenisi  yang  dikemukakan  oleh  Wennekers   dan   Thurik   juga   menekankan   pada   kemauan dan  kemampuan  individu.  Hal  ini  sejalan  dengan  defenisi  yang  tertuang  dalam  Inpres  No.

4   Tahun   1995   yang   mendefenisikan    kewirausahaan    sebagai    semangat,    sikap,    perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan  yang  mengarah  pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan  pelayanan  yang lebih  baik  dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Dari  berbagai  defenisi  yang  telah  dikemukakan,   tanpa   mengecilkan   berbagai pendapat   tersebut,   dapat   ditarik   kesimpulan    bahwa    kewirausahaan    merupakan    kemauan dan  kemampuan  seseorang  dalam  menghadapi  berbagai  resiko  dengan   mengambil   inisiatif untuk   menciptakan   dan   melakukan   hal-hal   baru   melalui    pemanfaatan    kombinasi berbagai sumberdaya  dengan  tujuan  untuk  memberikan  pelayanan  yang   terbaik   kepada   seluruh pemangku   kepentingan    (stakeholders)    dan    memperoleh    keuntungan    sebagai konsekuensinya.

Wirausahawan Dilahirkan atau Diciptakan?

Pertanyaan ini sudah sering dan sejak lama menjadi fokus perdebatan. Apakah wirausahawan itu  dilahirkan  (is  borned)  yang  menyebabkan  seseoarng  mempunyai  bakat lahiriah   untuk   menjadi   wirausahawan   atau   sebaliknya   wirausahawan   itu   dibentuk   atau dicetak (is made) pada dasarnya berkaitan dengan  perkembangan  cara  pendekatan,  yakni pendekatan klasikal dan event studies. Pendekatan  bersifat  klasikal  menjelaskan  bahwa wirausaha  dan  ciri-ciri  pembawaan  atau  karakter  seseorang   yang   merupakan   pembawaan sejak lahir (innate) dan untuk menjadi wirausahawan  tidak  dapat  dipelajari.  Sedangkan pendekatan event studies menjelaskan bahwa faktor-faktor lingkungan  yang  menghasilkan wirausaha atau dengan kata lain wirausaha dapat diciptakan.

Sifat wirausahawan merupakan bawaan lahir sebagaimana  pendapat  pakar  yang menggunakan  pendekatan  klasikal  sebenarnya  sudah   lazim   diterima   sejak   lama.   Namun, saat ini  pengakuan  tentang  kewirausahaan  sebagai  suatu  disiplin  telah  mendobrak  mitos tersebut  dan  membenarkan  pendapat  yang  menggunakan   pendekatan   event   studies.   Seperti juga disiplin-disiplin lainnya, kewirausahaan memiliki suatu pola dan proses.

Terlepas  dari  kedua  pendapat  dengan  pendekatan  yang   berbeda   tersebut,   pendapat yang   lebih   moderat    adalah    tidak    mempertentangkannya.    Menjadi    wirausahawan sebenarnya tidaklah cukup hanya karena bakat (dilahirkan) ataupun hanya karena dibentuk. Wirausahawan  yang  akan  berhasil  adalah  wirausahawan  yang  memiliki  bakat   yang selanjutnya  dibentuk  melalui  suatu  pendidikan,  pelatihan  atau  bergaul   dalam   komunitas dunia usaha. Tidak semua orang yang memiliki bakat berwirausaha mampu untuk menjadi wirausahawan tanpa adanya tempaan melalui suatu pendidikan/pelatihan. Kompleksnya permasalahan-permasalahan dunia usaha saat ini, menuntut seseorang yang ingin menjadi wirausahawan  tidak  cukup  bermodalkan  bakat  saja.  Ada  orang  yang  belum   menyadari bahwa dia memiliki  bakat  sebagai  wirausahawan,  setelah  mengikuti  pendidikan,  pelatihan ataupun   bergaul   dengan   di   lingkungan   wirausaha   pada   akhirnya   akan   menyadari   dan mencoba memanfaatkan bakat yang   dimilikinya. Olehnya itu, tidak salah   jika ada berpendapat   bahwa   bila   ingin   belajar   berwirausaha   tidak   perlu   mengandalkan   bakat, namun  yang  terpenting  adalah  memiliki  kemauan  dan  motivasi  yang  kuat   untuk   mulai belajar berwirausaha. 

Motivasi Berwirausaha

Salah  satu  kunci  sukses   untuk   berhasil   menjadi   wirausahawan   adalah   adanya motivasi  yang  kuat  untuk  berwirausaha.  Motivasi   untuk   menjadi   seseorang   yang   berguna bagi  diri  sendiri,  keluarga  dan  masyarakatnya  melalui  pencapaian  prestasi  kerja  sebagai seorang wirausahawan. Apabila seseorang memiliki keyakinan bahwa bisnis  yang  (akan) digelutinya itu sangat bermakna bagi hidupnya, maka dia akan berjuang lebih  keras  untuk sukses.

Beberapa  manfaat  yang  dapat  diperoleh  melalui   berwirausaha   yang   mungkin   saja sulit atau bahkan tidak  dapat  diperoleh  jika  memilih  berkarir  atau  bekerja  pada lembaga/instansi  milik  orang  lain  atau  pemerintah.   Manfaat   tersebut   terdiri   dari   manfaat bagi diri sendiri dan bagi masyarakat, sebagaimana yang diuraikan berikut ini:

a. Memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan potensi diri yang dimiliki

Banyak wirausahawan yang berhasil mengelola usahanya karena menjadikan keterampilan/hobbynya  menjadi  pekerjaannya.  Dengan  demikian  dalam   melaksanakan aktifitas  pekerjaannya  dengan  suka  cita   tanpa   terbebani.   Berwirausaha   menjadikan   diri kita memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri dengan  menentukan  dan mengontrol sendiri keuntungan yang ingin dicapai dengan tanpa batas. Dengan adanya penentuan  keuntungan  yang  akan  dicapai,  kita  juga  memiliki   kebebasan   untuk mengambil   tindakan   dalam   melakukan    perubahan-perubahan    yang    menurut    kita penting untuk dapat mencapainya.

b. Memiliki peluang untuk berperan bagi masyarakat

Dengan berwirausaha, kita memiliki kesempatan untuk berperan  bagi  masyarakat. Wirausahawan menciptakan  produk  (barang  dan/atau  jasa)  yang  dibutuhkan  oleh masyarakat.   Pemberian   pelayanan   kepada   seluruh   masyarakat   terutama    konsumen yang     dilandasi     dengan      tanggung    jawab      sosial    melalui      penciptaan    produk yang berkualitas   akan   berdampak   pada   adanya   pengakuan   dan   kepercayaan   pada masyarakat yang dilayani.

Adanya manfaat bagi  diri  sendiri  dan  masyarakat  dalam  berwirausaha  dapat  menjadi motivasi  tersendiri  bagi  kita  tergerak  untuk  mulai   berwirausaha.   Perlu   disadari   bahwa pada dasarnya kita  bertindak  sebagian  besar  dipengaruhi  oleh  motivasi,  bukan  karena terpaksa.   Kesuksesan    atau    ketidaksuksesan    seseorang    dalam    karirnya    sangat tergantung   dari   motivasinya   untuk   menjalankan   karirnya   tersebut.    Seandainya    kita dapat  memulai  menanamkan  dalam  hati  kita  bahwa  dengan  berwirausaha  akan memberikan  manfaat  bagi  diri  kita  dan  masyarakat,   serta   manfaat-manfaat   lain   yang akan  diperoleh,  mungkin  kita  akan  termotivasi  untuk  memulai   berwirausaha. Memperbanyak  alasan  untuk  tidak  memulai  sebenarnya  adalah  penghambat   bagi   kita untuk termotivasi.

Terkait dengan motivasi untuk berwirausaha,  setidaknya  terdapat  enam  “tingkat” motivasi berwirausaha dan tentunya masing-masing memiliki indikator kesuksesan yang berbeda-beda, yaitu:

  • Motivasi material, mencari nafkah untuk memperoleh pendapatan atau kekayaan.
  • Motivasi rasional-intelektual, mengenali peluang dan potensialitas pasar, menggagas produk atau jasa untuk meresponnya.
  • Motivasi emosional-ekosistemik, menciptakan nilai tambah serta memelihara kelestarian sumberdaya lingkungan.
  • Motivasi emosional-sosial, menjalin hubungan dengan atau melayani kebutuhan sesama manusia.
  • Motivasi emosional-intrapersonal (psiko-personal), aktualisasi jatidiri dan/atau potensi- potensi diri dalam wujud suatu produk atau jasa yang layak pasar.
  • Motivasi spiritual, mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai transendental, memaknainya sebagai modus beribadah kepada Tuhan.


Umumnya seseorang yang  memulai  berwirausaha  termotivasi  untuk  mencari  nafkah melalui  perolehan  pendapatan  dan  untuk  memperoleh  kekayaan.  Motivasi  ini  tidak   salah, namun    jika    fokus    kita    berwirausaha    hanya    untuk    mengejar    keuntungan    dan kekayaan semata,  bisa  jadi  kita  akan  melakukan  apa   saja   tanpa   mempertimbangkan   prinsip-prinsip etika untuk mencapai keuntungan dan kekayaan. Kita perlu sepakat bahwa keuntungan dan kekayaan  yang  dapat  kita  raih  hanyalah  merupakan  konsekuensi   dari   kemampuan   kita untuk memberikan pelayanan yang maksimal  kepada  stakeholders  kita.  Inilah  alasan  yang mendasari motivasi material menempati tingkatan yang terendah.

Berbeda  halnya  jika  kita  memulai  berwirausaha  sebagai  modus  beribadah  kepada Tuhan,  apapun   tindakan   yang   kita   lakukan   dalam   berwirausaha   senantiasa   dilandasi dengan nilai ibadah yang kita peroleh. Dengan motivasi spiritual yang kita miliki, kita akan memaksimalkan  pemanfaatan  potensi  diri  kita  sebagai  bentuk  rasa  syukur  atas  nikmat potensi yang diberikan  tersebut  sehingga  kita  tidak  dikategorikan  sebagai  orang  yang mubazir.  Dengan  motivasi  spiritual  kita  akan  memberikan  pelayanan  yang  terbaik  kepada seluruh   stakeholders   dan    memperhatikan    kelestarian    lingkungan.    Dengan    pelayanan terbaik yang kita berikan tersebut kita  harus  yakin  akan  memberikan  keuntungan  bagi  kita. Dan bukankah dengan melakukan tindakan-tindakan terbaik  bagi  diri  kita,  orang  lain  dan lingkungan adalah perbuatan  yang  bernilai  ibadah  di  sisi  Tuhan?  Inilah  alasan  yang mendasar sehingga motivasi spiritual ditempatkan pada tingkatan tertinggi.

Kewirausahaan Eksistensial

Pendekatan  pembelajaran  kewirausahaan  pada  Fakultas  Pertanian,   Universitas Hasanuddin diarahkan pada konsep kewirausahaan eksistensial. Konsep ini memfokuskan pemahaman  kewirausahaan  yang  berorientasi   pada   aktualisasi   jati   diri   dan   potensi-potensi diri  sebagai  pembelajar  kewirausahaan.  Kata  eksistensial  dalam hal   ini   memiliki   tiga   arti, yaitu: (1) keberadaan manusia  itu  sendiri,  atau,  cara  khusus  manusia  dalami  menjalani hidupnya;  (2)  makna  hidup;  dan  (3)  perjuangan  manusia  untuk  menemukan   makna   yang konkrit  di  dalam  hidupnya,  dengan  kata  lain,  keinginan  seseorang   untuk   mencari   makna hidup.

Dalam  mempelajari  kewirausahaan,   para   pembelajar   perlu   menyadari   bahwa keberadaan   (eksistensi)nya   selalu   ditentukan   oleh   dirinya   sendiri.   Sebagai   manusia dibutuhkan kesadaran akan diri, tahu diri dan tahu menepatkan dirinya baik sebagai  pribadi maupun sebagai bagian dari  masyarakatnya.  Setiap  manusia  memiliki  kebebasan  dalam memilih  dari   berbagai  jenis  pilihan yang  dianggap benar  untuk mencapai kesempurnaan

hidup.  Hidup  tidak   bisa   diterima   sebagaimana   adanya,   karena   hidup   belum   selesai sehingga dapat diubah dan  bahkan  harus  diubah  ke  arah  yang  lebih  baik.  Adanya kebebasan  untuk  berbuat  dan  menjadi  sesuatu  yang   diinginkan   harus   diiringi   dengan tanggung jawab atas kebebasan itu.

Di dalam kebebasannya, setiap manusia bertindak senantiasa berdasarkan karakter, kecenderungan,  potensi   dan   pembawaannya   masing-masing.   Setiap   manusia   harus menyadari  bahwa  Tuhan  telah  memberikan   kelebihan-kelebihan   kepada   dirinya   yang   bisa jadi  tidak  dimiliki  oleh  orang  lain,  dan  jika  kelebihan-kelebihan   tersebut   tidak   digunakan secara maksimal, berarti manusia yang bersangkutan kurang mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. Hal ini sangat jelas  ditegaskan  dalam  Kitab  Suci  Al-Quran  Surah  Al- Isra’ ayat 84 yang terjemahannya, sebagai berikut:

“Katakanlah: Setiap orang berbuat menurut syakilah-nya masing- masing. Karena Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (Q.S. Al-Isra’ [17]: 84).

Syakilah dalam  ayat  tersebut  dimaknakan  sebagai  karakter,  kecenderungan,  potensi, pembawaan  atau  diartikan  sebagai  bentukan-Nya  atau  sesuai   dengan   desain   yang ditetapkan  oleh-Nya  bagi  seseorang.  Nabi  Muhammad  Saw  juga  menegaskan  dalam  hadits yang diriwayatkan oleh HR. Bukhari:

“Setiap orang itu dibuat mudah untuk melakukan sesuatu yang diciptakan untuknya” (HR. Bukhari).

Dalam konteks lain, Jack  Trout  (2000)  mengemukakan  bahwa  “Jika  Anda  mengabaikan keunikan Anda dan mencoba untuk memenuhi kebutuhan semua orang, Anda  langsung melemahkan  apa   yang   membuat   Anda   berbeda”.   Dalam   konteks   yang   berbeda   pula, seorang  penulis  dan  wartawan  Inggeris  Katharine   Whitehorn   (1975)   mengemukakan:   “The best career advice  to  give  to  the  young  is  Find  out  what  you  like  doing  best  and  get  somone to pay you for doing it”

Berangkat dari argumen bahwa setiap  manusia  memiliki  potensi,  kebebasan  untuk bertindak  dan  menjadi  sebagaimana  yang   diinginkan,   serta   alasan-alasan   yang   cukup mendasar   sebagaimana   yang   telah   diuraikan,   Suryana   (2005)   mendefenisikan kewirausahaan eksistensial sebagai jalur  aktualisasi  potensi-potensi  diri  (bakat,  sikap, pengetahuan,  keterampilan)  untuk  menciptakan  “dunia  esok”  lebih  baik  dari  “dunia  kini” dengan   menghasilkan   produk/jasa   yang   berfungsi  meningkatkan  kualitas hidup sesama

manusia dan menyajikannya pada tingkat harga dan tempat yang terjangkau oleh pemakai (konsumen)  yang  membutuhkan  serta  mengendalikan  konsekuensi   penerimaan   yang   wajar bagi dirinya dan para stakeholders  dan  mengendalikan  dampak  ke  arah  positif  bagi komunitas  lokal,  komunitas  bisnis  dan   lingkungan   global   dengan   menjadikan   entitas bisnisnya sebagai simpul komunitas stakeholders.

Dengan defenisi tersebut, kewirausahaan eksistensial dilandasi dengan beberapa asas, yaitu:

  • Asas   Fungsi   Kekhalifahan   Manusia.   Tuhan    telah    mendelegasikan    wewenang pengelolaan Bumi kepada manusia untuk menciptakan nilai tambah bagi keseluruhan penghuninya, serta  telah  melengkapi  setiap  manusia  dengan  potensi  fitrahnya  masing- masing.
  • Asas Nilai-nilai Terpadu. Produk yang  diciptakan  wirausaha  merupakan  pewujudan  dan pembawa  nilai  (“kebajikan”)  tertentu,  yang   dimaksudkan   untuk   memenuhi   kebutuhan dan peningkatan kualitas kehidupan sesama manusia.
  • Asas Efektivitas Pelayanan. Wirausaha menciptakan  sistem  penyampaian  produk  serta jasa-jasa pendukungnya  hingga  pengguna  dapat  menjangkaunya  dan  memanfaatkannya secara efektif.
  • Asas Profitabilitas yang Adil. Profit merupakan syarat  dan  indikator  keberhasilan  usaha, perlu terdistribusi secara adil antar stakeholders, karena itu tidak harus mencapai tingkat maksimum
  • Asas  Sustainabilitas.  Wirausaha  mengendalikan  dampak  lingkungan  dari   usahanya   agar tidak merusak (negatif), dan bahkan berusaha menciptakan dampak positif  (pelestarian sumberdaya alam).
  • Asas  Bisnis  sebagai  Simpul  Komunitas.  Wirausaha  tidak   membatasi   kiprahnya   hanya pada transaksi-transaksi bisnis  semata,  tapi  berlanjut  dengan  merajut  komunitas  internal maupun komunitas eksternal antar stakeholders.

Penutup

Mengingat   besarnya   manfaat   yang   dapat   diperoleh   melalui   kewirausahaan   terutama untuk    memperbaiki   kualitas  hidup   individu   dan   dan    kualitas   berkehidupan, maka kewirausahaan  perlu  tetap  dipelihara  sebagai  salah  satu  alternatif   pilihan   karir   atau   misi untuk  mengisi  hidup  secara  bermakna.   Mengapa  selalu  menggantungkan  hidup   pada   orang lain  sementara  kita  telah  dibekali  oleh  Tuhan  berbagai   potensi   yang   dapat   dimanfaatkan untuk mandiri atau malah  memberikan  peluang  kerja  bagi  orang  lain.  Tugas  kita  adalah bagaimana mengenal potensi diri yang ada dan memanfaatkannya.

Menjadi wirausahawan memang  tidaklah  mudah  sebagimana  kita  mengucapkannya, namun   dengan   bersedia   menjadi   pembelajar   kewirausahaan   setidaknya   dapat    membantu untuk  memperoleh  modal  awal  mengenal  kewirausahaan  beserta   seluruh   aspek-aspeknya yang  dapat  dijadikan  dasar  untuk  memilih  kewirausahaan  sebagai  alternatif   karir   masa depan.  Tidak  dapat  dipungkiri  bahwa  Inti  proses  kehidupan  ini   ialah   pembelajaran   diri secara berkelanjutan.  Olehnya  itu  sebagai  pembelajar  kewirausahaan,  janganlah  berhenti belajar  untuk   sekadar   mengetahui   kewirausahaan,   namun   perlu   ditindaklanjuti   untuk belajar menerapkan  apa  yang  dipelajari  mengenai  kewirausahaan,  dan  pada  akhirnya  dapat belajar menjadi wirausahawan yang unggul.

Setiap  diri  seseorang  telah  dibekali  dengan   berbagai   potensi   yang   berbeda-beda oleh Tuhan. Salah satu penemuan terpenting pada diri seseorang adalah ketika ia mampu menemukan potensi dirinya yang dapat  ia  tumbuhkembangkan  menjadi  sebuah  potensi unggulan  untuk  mencapai  kesuksesan  yang  akan  dicapai  dalam   kehidupan.   Tugas   penting setiap pribadi  adalah  menggali,  mengenali  dan  mengembangkan  potensi  dirinya  yang  telah Tuhan  berikan,  sebagai  wujud  syukur  nikmat  atas  pemberian-Nya  dan   juga   merupakan syarat mutlak yang penting untuk  dilakukan  bagi  seseorang  yang  ingin  meraih  kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Olehnya  itu,  setiap  pembelajar  wirausaha  dapat  memilih titik  awal  dan  rute  perjalanan  yang  berlainan  berdasarkan  potensi  diri  yang   dimilikinya menuju posisi wirausaha paripurnanya masing-masing.

Berangkat  dari  proses  pembelajaran  kewirausahaan  eksistensial   ini,   diupayakan memberi  ruang  pilihan  yang  luas  bagi  mahasiswa  untuk  memilih  gagasan/ide   usaha   atau produk sesuai dengan potensi dirinya masing-masing, ibarat di  sebuah  kafetaria  setiap pengunjung dapat memilih makanan  dan  minuman  dengan  sistem  swalayan  sesuai  dengan seleranya   dan   tentunya   kemampuan   finansial   yang   dimiliki.    Metode    pembelajaran dirancang  dan  diterapkan   selaras   dengan   pembentukan   karakter-karakter   dan/atau kompetensi wirausaha yang dituju.

Setidaknya  satu  hal  yang  patut  disyukuri  bahwa  kenyataan   kita   telah   diberi pengalaman dan masih diberi kesempatan untuk  hidup  dan  bermimpi.  Suatu  hal  yang merupakan anugerah Tuhan yang patut disyukuri  sebaik-baiknya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Potensi Diri dan Karakter Wirausahawan Potensial

Bisnis Di Era Digital Berwirausaha Butuh Teknologi

Bisnis Mudah dan Menguntungkan Untuk Para Pemula